5 things I learned in Bali, as a Jakartan.

Asmarandhany
7 min readDec 10, 2020

Gw yakin banyak prioritas hidup kita yang berubah sejak pandemi. Kita menjadi lebih grateful tentang hal-hal yang sebelumnya kita took for granted.

Kesehatan misalnya, adalah hal yang biasanya kita take for granted. Kita ga sadar kalo memiliki tubuh yang sehat dan berfungsi sempurna adalah sebuah anugrah yang luar biasa. Kita sebelumnya terlalu sibuk dengan hal-hal lain yang jauh lebih urgent, seperti pekerjaan, keluarga, pasangan, uang, atau the next shiny things that we want to acquire.

Pandemi ini juga menjadikan kita banyak menghabiskan waktu dengan keluarga. All of the sudden kita jadi punya banyak waktu untuk dihabiskan bersama mereka. Kita jadi sadar role mereka di hidup kita, dan role kita di hidup mereka. Sebelumnya kita ga pernah punya waktu untuk memikirkan itu semua. Terlalu banyak distraksi.

Perubahan yang datang secara mendadak, tentu saja memerlukan adaptasi yang ga mudah. For the most part, I feel that this actually gives me an opportunity to transform myself into a better version of me, although it doesn’t make the process any less difficult.

Ada sebuah quote yang menurut gw relevant dengan experience gw saat ini.

Banyak yg menggunakan kesempatan ini untuk me-review ulang prioritas hidup mereka.

Itu juga yang terjadi di gw. Gw memutuskan untuk mengambil career break, untuk sustainability gw in the long term. I believe we owe ourselves that from time to time.

Gw memutuskan untuk pindah ke Bali, bukan karena gw mau me-romanticize “eat, pray, and love”, but because logistically it’s much more feasible for me. Kalo aja gw bisa travel abroad, I would. Sayangnya traveling overseas sekarang itu hampir ga mungkin.

Kalo lo juga memikirkan untuk melakukan hal yang sama dengan hidup lo, dan lo bisa afford it, by all means, I’d encourage you to go for it.

Nah, kalo lo mikir untuk juga pindah ke Bali, 5 hal berikut ini mungkin akan memberikan sedikit idea on what to expect di Bali sebagai seorang Jakartan (tentu saja ini pendapat subjective gw ya)

5 things I learned in Bali, as a Jakartan:

👍 #1 Less pressures to impress people

Gw hampir ga pernah ngerasa Jakarta itu kota besar yang intimidating dan penuh pressures. Bisa jadi karena gw lahir dan besar disitu, jadi ya menurut gw gitu-gitu aja. Bahkan kalo dibandingin sama kota-kota lain dimana gw juga pernah tinggal, ya Jakarta ga se-demanding itu juga.

Namun pas gw di Bali gw baru ngerasa kalo mindset-nya orang disini itu beda banget. Kompetisi antar individu terasa jauh lebih sedikit. Orang ga terlalu ngikutin hidup orang lain, apa yang sudah mereka capai, orang juga ga terlalu usaha untuk pamer apa yang mereka punya.

Yang paling obvious ya dari cara orang berpakaian aja.

Kalo gw liat ada orang yang bajunya trendy, sepatunya trendy, lagi nongkrong di cafe, hampir bs dipastikan mereka turis dari Jakarta. Most people yg tinggal disini, pake baju seadanya bgt.

Baju gw disini selalu cuci-kering-pake, dan mostly kaos dan celana pendek. Tapi org juga ga terlalu peduli sih sama apa yg kita pake.

Kasarnya , gw ga pernah ngerasa buluk disini. 😎💃

Jarang banget orang naik mobil bagus, dan kebanyakan orang yang gw tau ya mobilitasnya naik motor aja. Mau tajir juga. Gw pun naik motor kemana-mana sampe hideung 🤷🏿‍♀️

Hebatnya, dengan penampilan sederhana (cuek) gw disini, tiap kali gw pergi ke cafe atau stores sambil nenteng helm pun, gw selalu disapa ramah sama orang. Coba di Jakarta gw masuk mall pake baju kaya gitu, mungkin dipandang sebelah mata sama staff resto atau toko, dikira ga mampu beli apa-apaan 😂.

Gw sih seneng ya, karena ngebuat hidup gw jadi lebih praktis. Less things to think about.

🐌 #2 Slower pace.

Minggu pertama gw di Bali gw ngerasa out of balance bgt. Biasanya gw ke Bali kan buat liburan, paling mentok cuma seminggu, dan state of mind gw juga ya itu, cuma liburan. Begitu gw kesini dengan mindset kalo ini adalah “pindahan”, state of mind nya jadi beda bgt.

Getting into the slow pace where I know it’s not a holiday, ngebikin gw ga nyaman. Routines yg biasa gw lakukan di Jakarta, tiba-tiba berubah drastis. I think it’s also because I’m now taking a career break.

Untuk kalian yg dateng kesini buat WFB, mgkn ga akan terlalu ngaruh ya, karena routines kalian relatively akan sama. Full of zoom calls dan orang-orang yg kalian deal with juga ya masih di Jakarta-Jakarta juga. Honestly, i think kalo kalian kerja bareng orang-orang di Jakarta tapi tinggal di Bali, you get the best of two worlds sih, and it will be an easier transition.

🌴#3 Being outdoors is good for your well being & happiness.

Yang ini kayanya obvious bgt ya, kena matahari itu ga cuma bagus buat taneman, tapi juga buat manusia. Dan kalo kita beraktivitas outdoor, misalnya jalan nyusurin pantai kita juga produce endorphins yg ngebikin kita happy.

Berbeda dg di Jakarta yg majority of the time is spent indoors, having a beach always accessible to you feels amazing. Kalo lagi weekend, gw juga bisa pilih untuk hiking ke gunung Batur misalnya. Sesuatu yg agak sulit gw lakukan di Jakarta. For this one, gw ngerasa kualitas hidup gw meningkat drastis. ✌

💸#4 More challenging money management.

Gw harus akui, yang ini challenging banget. Orang Jakarta terbiasa ngeliat Bali sebagai holiday destination, tempat buang duit. Banyak banget pilihan cafe yang enak-enak, kopi yang enak pun bertebaran. Dua minggu pertama, gw ngerasa hampir semua ajakan keluar selalu gw iya-in. Gw masih adaptasi sama new environment, gw suka banget exploring. Stayed di resort di Balangan, trip ke Nusa Penida, nongkrong di beach clubs… serasa duit unlimited.

Habis itu gw mulai resah, karena duit gw kan bukan amoeba yg bisa membelah diri. 🙄 I need to do some adjustments. Challenging nya adalah kalo orang di sekitar lo hidupnya mungkin lebih comfortable, dan ngajakin lo keluar mulu.

Ga bisa bohong, kadang gw masih suka FOMO juga untuk exploring Bali — but I really need to stick to a plan, I can’t live irresponsibly. Kedengerannya obvious, but believe me, when you’re used to a certain lifestyle it could be really challenging to drastically change it.

So I would say that I also re-learn about the value of money here.

Sebenernya bisa banget live relatively comfortable di Bali with less money than Jakarta, asalkan kita bersedia untuk make some adjustments.

👀#5 More diverse perspectives.

Tinggal di tempat baru selalu membawa perspektif baru. Duh, it’s obvious. Gw pernah tinggal di beberapa kota lainnya, and every single city would offer me new perspectives. If I have to compare Jakarta dan Bali, I feel like in Jakarta people are much more predictable. Everyone I know works in an office. They work hard for the company, and then they look forward to the weekends. Spend Friday night catching up with friends, maybe some drinks or treat themselves at a fancy restaurant. They talk about work problems, their bosses, colleagues, clients, their next holiday destinations, and family. Life is much more predictable for me in Jakarta. Maybe the people I surround myself with juga orang-orang yang berasal dari background yang sama, sehingga aspirasi hidup kita juga mirip-mirip. People work hard, dan itu di treat sebagai badge of honor. Ga ada yang salah dengan itu, karena gw juga selalu value hard working.

Di Bali though, mungkin karena banyak pendatang dari negara-negara lain yang juga settling disini, maka naturally, asimilasinya dengan penduduk lokal menjadi lebih menarik. Menjadi digital nomads almost become the norm, although there are still some people who think that digital nomads are not as respectable as working for a company.

Gimana ya, in short, I feel like orang2 di Jakarta are more appreciative to life security, dibanding orang-orang disini. Di Bali, orang bisa melakukan pekerjaan yang seemingly very simple, and be okay with that. Mereka ga merasa hidup mereka kurang, atau mereka harus racing faster to even stay in the line.

I guess, it takes an adjustment juga buat gw untuk bisa ngeliat hal itu. Gimana pun juga gw lebih suka security — it’s innately human. Dan definisi ‘security’ yang gw punya sudah built for years di kepala gw. Tapi gw juga belajar untuk bisa menjadi lebih open dan flexible dengan new perspectives, dan terutama, — be flexible dengan expectations gw sendiri.

Kalo gw harus recap, gw bersyukur banget dengan apa yang gw punya sekarang. Where I am, the experiences I get exposed to, semua membuat gw merasa hidup gw lebih meaningful. Gw sadar, selama bertahun-tahun gw selalu hidup di masa depan. Gw sibuk banget planning for the future, that I forgot to live in the present.

But the present is all you have.

Ada sebuah quote yang gw suka dari Stephen R. Covey, penulis 7 habits of highly effective people

“Most of us spend too much time on what is urgent, and not enough time on what is important.”

Menurut gw, taking the time to evaluate how my life has been and how I want it to be is important. That allows you to be more effective in the long run.

Gw bersyukur karena gw dikasih kesempatan kaya gini, where I have enough safety to live in the moment dan untuk tidak merugikan orang lain. Bayangkan kalau gw udah nikah dan punya anak, ga mungkin banget gw bisa semudah itu memutuskan untuk pindah ke Bali. 😂

Anyways, buat kalian yang juga ada di journey yang sama, take your time. Jangan terlalu rushing your decision juga, pelan-pelan aja. And be open to whatever comes your way (Ini gw juga masih harus belajar banyak).

Segitu dulu deh,

semoga kalian dapet insights tentang what to expect disini, kalo kalian, para Jakartans memutuskan untuk datang ke Bali.

Bye for now — take care :)

--

--

Asmarandhany

INTJ. I think the best human invention is language. I'd always choose a nice dinner + wine + good convo than clubbing for a good night out.