7 Things I learned in 2018.

Asmarandhany
5 min readJan 1, 2019

--

January 1st, 2019.

I almost can’t believe how fast time flies. In day to day, waktu bisa kerasa dragging banget. Tapi di momen-momen tertentu, seperti saat ini, bikin gue sadar “Gila, udah tahun baru lagi?” terus bentar lagi gue ulang tahun dan tambah tua (haha). Di dalam diri gue masih berasa 20an sih — kadang suka lupa ingatan. Dulu pas jaman masih sekolah, gue mikir kalo orang umur 25 itu udah dewasa dan bahkan gue pernah bikin goal mau nikah di umur 25, karena gue anggap itu udah cukup mateng.

Entah jaman yang udah berubah banyak, sehingga usia menikah itu makin lama makin mundur aja, atau emang otak gue yang masih sekolah saat itu terlalu lugu menganggap 25 tahun adalah usia yang mateng.

Di umur gue yang sekarang pun, gue kadang sadar gue masih melakukan banyak dumb shit yang kekanak-kanakan. Meski level-nya jauh berkurang, tapi tentu aja masih ada banyak (banget) yang bisa gue improve further.

Semalem gue dan beberapa temen merayakan NYE bareng dengan staycation di sebuah hotel. Chill banget sih, kita cuma hangout dan ngobrol-ngobrol, sekaligus ngomongin highlights of 2018 as well as our hopes for the coming year. Karena ramean, si introvert ini obviously ga pengen bore everyone dengan refleksi yang panjang lebar.

Saat ditanya highlights of 2018, gue cuma bilang, “Gue belajar banyak banget dari relationships dengan orang-orang. Dari mulai temen, keluarga, professional relationship, sampe beberapa situationships baik romantic maupun platonic. Manusia itu beda-beda banget, dynamic dan environment yang melingkupi masing-masing relationship juga varies banget. Menarik karena itu ngebantu gue grow and understand more things in the world. Selain itu, gue ngerasa beruntung juga udah kenalan sama Stoicism.”

Temen gue lalu nanya Stoicism itu apa — dan barulah saat gue ngoceh tentang Stoicism, semua orang bored sama gue. Haha.

Sigit, Ola, Me, Dyas, Davy, Edwin. The Ritz Carlton, Jakarta. NYE 2019.

Anyways, ditanya mengenai hopes gue for the coming year of 2019, jawaban gue adalah “I just want to make sure that I will always stay true to myself, and to values that I believe in. I wouldn’t want to live inauthentically — that is not the way to peace. Selain itu, gue mau coba mengimplementasikan Stoicism lebih dalam lagi ke daily life gue.” (azeg).

Sekarang, setelah semua keriaan semalam berakhir, dan gue tidak lagi dalam pengaruh manisnya wine, gue merasa apa yang gue bilang semalem masih akurat.

Kalau boleh menambahkan refleksi semalam, gue mau menuliskan point-point tentang apa yang gue pelajari di tahun 2018:

1. Your past experiences shape who you are. Kita ga pernah tau apa yang seseorang udah went through in their life. Kalau ada pemahaman dan opini yang berbeda, itu semua produk dari apa yang orang itu udah exposed to dan apa yang dia konsumsi atau jalani selama ini. Kalau ada yang ga sesuai dengan pemahaman gue, daripada gue merasa insulted atau hurt dari omongan atau cara mereka memperlakukan gue, gue lebih suka menanggapi nya dengan “they just don’t know better”.

2. Human connection is important. Meskipun gue udah belajar dari jaman sekolah dulu bahwa manusia adalah social animal — nyatanya gue masih suka lupa untuk belajar dependent sama orang lain. Ya, belajar dependent, bukannya belajar independent. Past experiences gue membentuk gue jadi karakter yang bisa kelihatan kaya ‘ga butuh orang lain’ ataupun ‘arrogant’. Gue ga pernah maksud gitu, tapi kadang bisa come across kaya gitu. Makanya gue constantly working on myself untuk jadi lebih expressive dan attentive terhadap orang lain. Sometimes people won’t know that you care about them, if you don’t literally tell them that you do.

3. What hurts you the most is not the things that happen to you, it is the expectations you have about these things. Contoh kalau kita punya orang terdekat yang ternyata nusuk dari belakang, atau do you wrong — despite the fact that you consider them as one of your closest. When that happen unexpectedly, lo jadi caught off guard dan ngerasa sakit banget. Kok bisa sih mereka kaya gitu.. itu kenapa menurut gue penting untuk manage our expectations. Accept things as they are, not worse or better than they actually are.

4. Expect the worst to happen, but plan for the best to happen. Ini masih ada hubungannya sama point above. Ini bukannya ngajarin jadi pesimis ya — sebaliknya — ini penting karena bisa bantu kita untuk manage perasaan kita jadi lebih efisien dan actually ngebantu kita untuk jadi lebih productive. When something fucks up, kita jadi ga akan get caught off guard — dan kita bisa lebih mudah untuk nerima, dan move on to the next better thing to do.

5. In the world that we live in now, eventually the biggest problem we will have is relevancy. Kalau point yang ini gue dapet karena gue baca buku-bukunya Yuval Noah Harari. Di jaman dengan perubahan yang cepet banget kaya sekarang, it is very important for us to always stay relevant. Bayangin kita pinter banget, tapi pengetahuan kita outdated. Bayangin kita tau semua teori komunikasi dan psikologi, tapi hubungan antar manusia kita parah dan kita bahkan ga tau gimana caranya maintain human relationships. Bayangin kita punya kerjaan dan posisi bagus, tapi kita males ng-update pengetahuan kita dan cepet puas where we are now. Eventually kita akan tergantikan dengan technology, dan skills yang kita punya akan menjadi tidak relevant lagi. To live a fulfilling life, kita harus mau untuk terus grow.

6. Do things that make you happy. Pretty straight forward, life is short. You don’t need permission to do things that make you happy. You do you. You deserve to be happy (responsibly — of course). If what makes you happy are the things that actually help you grow.. Just fuckin do it. Even when it means you spend $$$ for traveling!

7. Health is important — humans are organic being and are prone to diseases. If we don’t take care of ourselves /live sustainably, eventually we will be an ‘outdated’ and ‘irrelevant’ being to even function properly. In 2018, I can say that I made a lot of progress in health department. I quit smoking, I became passionate about fitness and started working out regularly, eating healthier, and educate myself better to make healthier choices. BUT, I did have some regress as well for the last quarter of 2018 — somehow the work stress and my WEAK willpower led me to smoke again. Duh. What a way to end the year! It is pointless to cry over my dumb decision — I will just do my best to ALWAYS continue making that conscious decision NOT to smoke again. On exercising, I will NOT aim for appearance goals, but rather PERFORMANCE goals.

I have a great feeling of 2019, honestly. I am very optimistic of what is coming. I am hoping that all of the lessons learned in 2018 can help me to make better choices in my life — and i hope that i can learn/grow even more and become a better person.

I honestly don’t wish for an easy life, I just wish for a stronger and wiser self to tackle whatever challenges coming my way!

May we all have a peaceful and fulfilling 2019!!!!

--

--

Asmarandhany
Asmarandhany

Written by Asmarandhany

INTJ. I think the best human invention is language. I'd always choose a nice dinner + wine + good convo than clubbing for a good night out.

No responses yet