Bagaimana ‘ngobrol’ membantu kita mencapai clarity.
(Tulisan ini gue tulis tanpa adanya proses editing sama sekali, bener-bener hanya ngetik apapun kata-kata yang blurted out dari otak gue. Semoga bisa dipahami maksudnya :) )
Yang paling gue suka dari conversation dengan orang lain adalah proses refleksi dan perspektif baru yang gue dapatkan, as we connecting through words dan idea exchange.
Itu juga yang bikin gue sedikit picky dengan orang-orang yang mengelilingi gue.
Bukannya tentang gue pilih-pilih temen, tapi tentang hidup kita itu singkat banget, dan kita juga yang pilih interaksi yang seperti apa yang kita mau untuk mewarnai hidup kita.
Hari ini gue ngobrol sama temen gue yang mungkin baru beberapa bulan terakhir ini gue kenal. She is smart, driven, ambitious, but at the same time dia juga humble dan grounded banget. Gue ga berusaha untuk jadi siapa-siapa di depan dia, dan gue rasa dia juga begitu. Kita hanya menjadi diri kita sendiri.
I like her company, dan conversations yang kita punya.
Karena sekarang gue juga mendalami career coaching, dan as I get to meet strangers dan terlibat dalam diskusi mendalam mengenai aspirasi mereka, mimpi mereka, problem mereka, dan bagaimana mereka mengartikulasikan pain points mereka, gue semakin menyadari betapa manusia itu sangat sangat sangat menarik. (tiba-tiba gue keinget quote nya Obama, “I’m not interested in power, I’m interested in people”)
I think my superpower lies in my ability to ask good questions, and really listen to the answers. (hence gue sangat sangat menyukai peran sebagai career coach — despite mungkin ini hal yang ga akan gue lakukan terus menerus selamanya karena masalah scalability).
Menurut gue, intisari dari buku nya Dale Carnegie yang How to Win Friends & Influence People , sebener-benernya manusia itu punya kebutuhan mendasar untuk merasa significant. Dan kalo kita bisa attend to that, dan membuat mereka menyadari direction yang mereka mau, dan capabilities mereka untuk mengubah situasi — mereka akan memaknai interaksi kita dengan mereka dengan sangat positif.
Saat kita mengartikulasikan ide melalui kata-kata, pada saat yang sama otak kita berusaha untuk memberi struktur kepada ide tersebut, membuatnya lebih mudah dimengerti oleh manusia lain, dan karenanya, membantu kita untuk mencapai clarity juga.
Dan gue percaya, clarity mendahului semua penemuan di dunia ini. Apapun.
Kita harus punya self-awareness, dimana kita berada, dimana kita menuju, dan karenanya, kita bisa menentukan langkah-langkah apa yang akan mendekatkan kita ke destinasi kita.
Salah satu realizations yang menarik yang gue dapat as I was talking with my friend earlier today adalah,
“Hal terbesar yang gue pelajari dari my late grandmother adalah kemampuan untuk melakukan hal-hal yang sulit. Menahan diri dari desires untuk memilih jalur-jalur gampang dan instan, dan karenanya mendekatkan diri gue ke destinasi yang lebih rewarding.
Nenek gue ga pernah mengartikulasikannya secara harfiah seperti itu, tapi dia sangat keras sekali ngajarin gue ngaji, solat, beresin kamar, nyapu, nyuci piring, kejujuran, disiplin belajar, dan hal-hal yang sulit sekali dilakukan secara konsisten oleh anak bocah usia sekolah.
Dan gue sadari pelajaran terbesarnya bagi gue sebenernya bukan cuma terletak di content — atau apa yang beliau ajarin. Tapi lebih ke how-to — atau gimana kita menggapai sesuatu. Cara kita disiplin, cara kita memandang destinasi dengan keteguhan dan kejujuran, dan tekad yang kuat. Itu yang sebenernya gue pelajarin dari beliau.”
Tentunya, semakin gue dewasa, gue semakin ter-exposed dengan keberagaman, dan kemampuan untuk stay open minded. Bahwa ada juga cara-cara lain di dunia ini, ada banyak alternatif hidup yang bisa kita jalani.
Dan bahwa manusia-manusia lain, memiliki hak individualitas-nya, untuk menjalani hidup mereka masing-masing. Kalaulah mereka pilih cara-cara “mudah” untuk mendekatkan diri ke tujuan mereka, tidak lantas menjadikan mereka orang yang lebih buruk dari kita. People are just different.
Dan sebagai individu yang juga terpisah dari individu lain, gue punya hak untuk mengkombinasikan kedua prinsip tersebut ke cara gue menjalani hidup.
Gue bisa menjadi orang yang teguh, dan punya self-control yang baik, memisahkan apa yang benar-benar gue mau, versus hal-hal distractive. Tanpa menjadikan gue judgmental terhadap pilihan-pilihan hidup orang lain.
Gue bahkan ga menyadari gue punya pandangan seperti itu, sampe gue ngobrol hari ini sama temen gue itu. :)